Ledia Hanifa |
"Saya meyakini bahwa orang dewasa tidak dapat melakukan perlindungan anak secara menyeluruh tanpa memahami regulasi yang ada," kata Ledia Hanifa dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Senin (25/7/2016).
Untuk itu, ujar dia, diperlukan lebih banyak lagi sosialisasi regulasi terkait dengan perlindungan anak.
Sosialisasi regulasi perlindungan anak tersebut dapat dilakukan ke beragam kalangan masyarakat seperti kaum pekerja, petani, dan nelayan.
Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia Susanto berharap peringatan Hari Anak Nasional menjadi momentum untuk memajukan perlindungan anak.
"Peringatan Hari Anak Nasional 2016 ini perlu menjadi momentum pemajuan perlindungan anak, terutama dari unsur pendidikan," kata Susanto di Jakarta, Sabtu (23/7).
Dia mengatakan, dunia pendidikan harus memastikan proses pendidikan berlangsung dengan nyaman, menyenangkan dan membelajarkan untuk semua anak. Adanya anak yang lemah dan cerdas secara akademik, bukan berarti dimaknai sebagai takdir, tapi karena proses pendidikan yang belum "membelajarkan" semua anak sesuai dengan karakteristik dan gaya belajar masing-masing.
Beragam kasus kekerasan atas nama pendidikan, lanjutnya, sejauh ini masih sering terjadi. Meski sejumlah lembaga pendidikan sudah mulai melakukan perbaikan, adanya sejumlah kasus kekerasan di satuan pendidikan merupakan fakta yang tak dapat ditutup-tutupi.
"Apapun justifikasinya kekerasan berdampak pada penumpulan dan pelemahan kualitas anak Indonesia sebagai performa SDM masa depan. Kondisi ini jika dibiarkan, akan melemahkan bangsa dan negara," katanya.
Dari segi literatur pendidikan, kata Susanto, sebaiknya tidak ada buku yang berkonten kekerasan, sadisme, pornografi dan radikalisme karena konten tersebut berpotensi ditiru oleh anak dan melemahkan kualitas pendidikan.
Sumber: Teropong Senayan
0 komentar:
Post a Comment